Selasa, 28 Mei 2013

KEBIJAKSANAAN

Di Tiongkok pernah ada seorang Giri yang sangat dihormati oleh muridnya dan orang lain yang mengenalnya karena ketegasan dan kejujurannya.

Suatu hari, 2 murid menghadap  Sang Guru. Mereka bertengkar hebat dan  nyaris beradu fisik. Keduanya berdebat tentang hitungan 3x7.
Murid pandai mengatakan 3 x 7 =  21.
Murid bodoh bersikukuh mengatakan 27.

Murid bodoh mengajak murid pandai  untuk meminta GURU bertindak sebagai Juri untuk mengetahui siapa diantara mereka yang benar.

Si bodoh mengatakan :
"Jika saya yang benar, yaitu 3 x 7 = 27 maka engkau harus mau dihukum cambuk 10 kali oleh Guru. Tet
api jika kamu yang benar, yaitu  3 x 7 = 21, maka saya bersedia untuk memenggal kepala saya sendiri. Hahahaha."

Demikianlah Si Bodoh menantang dengan sangat yakin akan kebenaran pendapatnya.

Murid bodoh bertanya kepada guru mereka,"Katakan Guru, mana sesungguhnya yang benar ?"

Tanpa menjawab, Sang Guru segera mencambuk murid yang pandai sebanyak 10 cambukan. 
Murid pandai itu kaget.  Ia segera melakukan protes keras terhadap Gurunya.
"Mengapa Guru mencambukku ?  Bukankah jawabanku yang benar ?" kata murid pandai itu sambil meringis kesakitan. 

Sang Guru menjawab dengan tenang, "Hukuman ini bukanlah untuk hasil hitunganmu, tetapi untuk KETIDAK BIJAKSANAAN dirimu yang mau berdebat dengan orang bodoh yang tidak tahu kalau 3 x 7 adalah 21"

Guru melanjutkan lagi kata-katanya,
"Lebih baik melihatmu dicambuk berkali-kali dan kemudian menjadi lebih arif dan bijaksana, daripadar harus melihat satu nyawa terbuang sia-sia hanya karena masalah sepele."

-----------------------  Refleksi

Demikian pula yang sering terjadi di dalam kehidupan kita.  Seringkali kita sibuk memperdebatkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.  Masalah kecil kita buat menjadi besar. 

Barangkali perdebatan itu dimulai oleh orang lain.   Kita menjadi emosi dan ikut-ikutan memperdebatkannya pula.  Orang yang memulai memang salah.  Tetapi kita juga sama salahnya atau bahkan lebih salah daripada orang yang memulai perdebatan.

Diam bukan berarti kalah. 
Ikut memperuncing perdebatan sama artinya memperkeruh suasana dan membuat masalah semakin parah. 
Mengalah bukan berarti bodoh. 
Bijaksana adalah orang yang mampu mengontrol emosi dan mampu mengendalikan pikiran tetap jernih, meski hati mulai menjadi panas.
 

Cara Menyampaikan Pesan

Suatu hari, seorang tukang kayu yang buta huruf menerima sepucuk surat. Karena ia buta huruf, maka ia tergesa-gesa menuju ke rumah temannya, si penjual daging, yg punya watak keras untuk minta tolong membacakan surat.

"Ini surat dari putramu !", seru Si Tukang Daging. "Dengar, begini bunyinya ! Ayah aku sakit dan tidak punya uang sesenpun, tolong kirimkan aku sejumlah uang sesegera mungkin.
Putramu".


Si Tukang Daging membacakan surat itu dengan keras dan kasar. Si Tukang Kayu menjadi marah, dan berkata, "Dasar anak tak tahu diri ! Memangnya dia siapa memerintah aku, ayahnya? Jangan harap aku akan mengirimi dia uang se-sen pun !"

Dalam kemarahannya ia pulang kembali ke rumahnya.
Di perjalanan ia bertemu sahabatnya, Si Penjahit yang bersuara lembut.

Si Tukang Daging bercerita tentang isi surat tersebut kepada Si Penjahit.
"Ini suratnya, cobalah engkau membaca surat putraku ini.  Sungguh sangat tidak tahu sopan santun ia sekarang".

Si penjahit pun lalu membaca surat itu dengan suaranya yang lembut, tenang, dan jelas.

Sambil mendengar Si Penjahit membacakan surat itu, Si Tukang Kayu itu  menjadi sedih.  Tiba-tiba surat itu berbunyi sangat lain.

"Oh anakku malang!", katanya dengan cemas.
"Ia pasti sangat menderita, lebih baik aku segera mengirimnya uang sekarang juga"

Dengan bergegas Si Tukang Kayu menuju rumahnya.  Ia ingin segera mengirimkan uang untuk anaknya yang sedang sakit di tempat yang jauh. 

------------ REFLEKSI

Pesan sangat tergantung pada cara penyampaiannya.  Dengan kalimat yang sama namun disampaikan dengan intonasi dan intensitas suara yang berbeda, akan menghasilkan pesan yang berbeda pula.

Bila kita renungkan, konflik yang sering terjadi antara pasangan, sahabat, saudara, rekan kerja, dan lainnya, seringkali bukan karena ada masalah besar dan rumit yang tidak bisa dipecahkan.  Namun karena kita tidak dapat mengatur cara menyampaikannya.

Emosi  membuat kita menyampaikan pesan dengan keras dan bisa-bisa menjadi kasar, terutama saat kita tidak setuju.  Kalau kita menyampaikannya dengan sikap lebih sabar, ramah, lembut, maka yang mendengarnya akan mudah menerima dan tidak akan terjadi pertentangan.

Mari kita belajar untuk menggunakan pilihan kata-kata yang baik, dengan intonasi yang baik dan sikap yang lebih baik lagi, sehingga pesan yang disampakan bisa sampai dengan baik dan memberi dampak yang baik bagi yang menyampaikan pesan dan yang menerima pesan tersebut.  Sehingga ketika ada masalah pun, dapat memberi hasil (solusi) yang lebih baik.


Jumat, 17 Mei 2013

Selalu Ada Kelebihan dalam Kekurangan

Alkisah di Cina ada seorang ibu tua yang memiliki 2 buah tempayan yang selalu digunakannya untuk mengambil air di sungai yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.  Setiap kali akan mengambil air, ia memikul kedua buah tempayan itu di pundaknya dengan menggunakan sebatang bambu.

Salah satu tempayan itu retak, sehingga sesampai di rumah, air dalam tempayan itu hanya tinggal setengah.  Sedangkan tempayan satunya tanpa cela dan, sehingga air yang diambil tetap utuh, penuh. Setiap kali ibu tua itu mengambil dua tempayan air, setelah menempuh perjalanan yang panjang, sesampainya di rumah ia hanya mendapatkan satu setengah tempayan. 

Hal itu berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun.  Tempayan utuh merasa sangat bangga atas prestasi yang dicapainya.  Sementara tempayan retak menjadi malu dan sedih.  Ia tidak pernah bisa memenuhi kewajibannya. Ia merasa gagal.  

Dengan rasa malu, si tempayan retak mendatangi si ibu tua dan menyampaikan perasaannya. 
"Aku malu, sebab setiap kali Ibu mengambil air, aku tidak pernah mempertahankan air utuh sampai di rumah.  Air selalu bocor melalui bagian tubuhku yang retak di sepanjang jalan menuju rumahmu," demikian tempayan retak berkata dengan nada sedih.

Ibu tua itu tersenyum dan berkata,  "Tidakkah engkau melihat bunga beraneka warna di jalur yang engkau lalui, namun tidak ada di jalur yang dilalui oleh tempayan utuh ? Aku sudah tahu kekuranganmu, jadi aku menabur benih bunga di jalurmu, dan setiap hari dalam perjalanan pulang engkau menyirami benih-benih itu. Selama bertahun-tahun aku dapat memetik bunga-bunga cantik itu untuk menghias meja di rumahku. Kalau engkau tidak seperti itu, maka rumah ini tidak seindah ini, sebab tidak ada bunga."

------------------- refleksi

Cerita di atas memang bukan kisah nyata.  Tetapi kita dapat melihat dalam kehidupan nyata banyak sekali cerita tentang orang dengan segala kekurangannya tetapi dapat menjadi "orang besar" yang dalam kekurangannya dapat memberikan manfaat bagi hidup orang lain.

Hellen Keller yang buta dan tuli, tetapi dapat memberi inspirasi bagi banyak orang yang menderita tuli dan bisu untuk mengikuti jejaknya, berkarya meraih cita-cita bahkan sudah banyak yang menjadi sarjana.



Nick Vujicic, terlahir tanpa tangan dan kaki, tetapi dapat mengguncang dunia dan memberi semangat bagi banyak orang untuk tidak menangisi dan tenggelam dalam kekurangan.  Ia malah dapat lebih terkenal dari orang dengan tubuh yang sempurna.  Ia bahkan dapat lebih bermakna bagi orang lain. 



Masih banyak daftar "orang terkenal" yang dapat kita lihat dengan jelas memiliki kekurangan.  Tetapi juga kita dapat melihat dengan jelas bahwa mereka dapat memberi makna bagi dirinya, bagi lingkungannya dan bagi sejarah dunia.

Kita semua mempunyai kekurangan masing-masing.  Ada yang sangat terlihat jelas, adapula yang tidak terlihat oleh orang lain. Tak seorang pun di dunia dapat menjadi tempayan yang sempurna tanpa cacat.  Kita memiliki keretakan dan kekurangan, tetapi itulah yang menjadikan hidup kita bersama menyenangkan dan memuaskan. Kita harus dapat menerima kekurangan setiap orang (termasuk kekurangan kita sendiri) apa  adanya, dan mencari yang terbaik dalam diri mereka (dan diri kita sendiri). Karena kita pun pasti punya banyak kelebihan.  

"Jangan menangisi keretakan kita, tetapi marilah menyirami benih-benih di sekeliling kita menjadi bunga yang indah dan harum."

GBU

 


Rabu, 08 Mei 2013

Impian Seorang Mahasiswi

Hari pertama kuliah di kampus, profesor memperkenalkan diri dan menantang kami untuk berkenalan dengan seseorang yang belum kami kenal. Saya berdiri dan melihat sekeliling ketika sebuah tangan lembut menyentuh bahu saya. Saya menengok dan mendapati seorang wanita tua, kecil, dan berkeriput, memandang dengan wajah yang berseri-seri dengan senyum yang cerah.


Ia menyapa, "Halo anak manis, namaku Rose. Aku berusia delapan puluh tujuh. Maukah kamu memelukku?"
Saya tertawa dengan antusias menyambutnya, "Tentu saja boleh!".

Diapun memberi saya pelukan yang sangat erat.

"Mengapa kamu ada di kampus pada usia yang masih muda dan tak berdosa seperti ini?" tanya saya berolok-olok.
Dengan bercanda dia menjawab, "Saya di sini untuk menemukan suami yang kaya, menikah, mempunyai beberapa anak, kemudian pensiun dan bepergian."
"Ah yang serius?" tanya saya. Saya sangat ingin tahu apa yang telah memotivasinya untuk mengambil tantangan ini di usianya.

"Saya selalu bermimpi untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan kini saya sedang mengambilnya!" katanya.

Setelah jam kuliah usai, kami berjalan menuju kantor senat mahasiswa dan berbagi segelas chocolate milkshake. Kami segera akrab. Dalam tiga bulan kemudian, setiap hari kami pulang bersama-sama dan bercakap-cakap tiada henti. Saya selalu terpesona mendengarkannya berbagai pengalaman dan kebijaksanaannya.

Setelah setahun berlalu, Rose menjadi bintang kampus dan dengan mudah dia berkawan dengan siapapun. Dia suka berdandan dan segera mendapatkan perhatian dari para mahasiswa lain. Dia pandai sekali menghidupkannya suasana.

Pada akhir semester kami mengundang Rose untuk berbicara di acara makan malam klub sepak bola kami. Saya tidak akan pernah lupa apa yang diajarkannya pada kami.

Dia diperkenalkan dan naik ke podium.
Begitu dia mulai menyampaikan pidato yang telah dipersiapkannya, tiga dari lima kartu pidatonya terjatuh ke lantai. Dengan gugup dan sedikit malu dia bercanda pada mikrofon.
Dengan ringan berkata, "Maafkan saya sangat gugup. Saya sudah tidak minum bir, tetapi wiski ini membunuh saya.  Saya tidak bisa menyusun pidato saya kembali, maka ijinkan saya menyampaikan apa yang saya tahu."

Saat kami tertawa dia membersihkan kerongkongannya dan memulai pidatonya.


"Kita tidak pernah berhenti bermain karena kita tua.  Kita menjadi tua karena kita berhenti bermain.  Ada rahasia untuk tetap awet muda, tetap bahagia, dan meraih sukses .
Rahasia itu adalah : Kamu harus tertawa dan menemukan humor setiap hari. Kamu harus mempunyai mimpi, karena bila kamu kehilangan mimpi-mimpimu, sama artinya kamu mati.
Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar kita yang mati namun tidak menyadarinya !"

Ia berhenti sejenak, dan kembali melanjutkan pidatonya
"Sungguh jauh berbeda antara menjadi tua dan menjadi dewasa.  Bila kamu berumur sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama satu tahun penuh, tidak melakukan apa-apa, kamu tetap akan berubah menjadi dua puluh tahun.
Bila saya berusia delapan puluh tujuh tahun dan tinggal di tempat tidur selama satu tahun, tidak melakukan apapun, saya tetap akan menjadi delapan puluh delapan.
Setiap orang pasti menjadi tua.  Itu tidak membutuhkan suatu keahlian atau bakat.
Tumbuhlah dewasa dengan selalu mencari kesempatan dalam perubahan. Jangan pernah menyesal. Orang-orang tua seperti kami biasanya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya, tetapi lebih menyesali apa yang tidak kami perbuat.
Orang-orang yang takut mati adalah mereka yang hidup dengan penyesalan."

Rose mengakhiri pidatonya dengan bernyanyi "The Rose".
Dia menantang setiap orang untuk mempelajari liriknya dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Akhirnya Rose meraih gelar sarjana yang telah diupayakannya sejak beberapa tahun lalu.
Seminggu setelah wisuda, Rose meninggal dunia dengan damai.

Lebih dari dua ribu mahasiswa menghadiri upacara pemakamannya sebagai penghormatan pada wanita luar biasa yang mengajari kami dengan memberikan teladan bahwa tidak ada yang terlambat untuk apapun yang bisa kau lakukan.

Ingatlah, menjadi tua adalah keharusan, menjadi dewasa adalah pilihan.

Sabtu, 04 Mei 2013

Berbeda Sudut Pandang

Seorang gadis kecil asyik bermain di lantai.  Di sebelahnya, ibunya duduk di kursi sedang menyulam sehelai kain.  Ketika anak kecil itu menengadah ke atas, ia tertarik melihat apa yang dikerjakan ibunya.  Benang beraneka warna disulamkan di atas sehelai kain.  Ia tertarik dengan warna-warni benang itu, tetapi tidak mengerti untuk apa ibunya membuat sulaman itu.  Baginya, ibunya sedang membentuk sulaman-sulaman ruwet dari benang berwarna-warni. 

          "Apa yang sedang Ibu lakukan ?” tanya anak kecil itu kepada ibunya.

“Ibu sedang menyulam sebuah taplak meja, Sayang.  “ jawab ibunya sambil tetap melanjutkan sulamannya.

“Mengapa sulaman Ibu kali ini sangat semrawut.  Taplak meja kita yang Ibu sulam selalu indah.” kata gadis kecil itu lagi.


Ibunya tersenyum memandang anaknya dan berkata lembut, "Anakku, lanjutkanlah permainanmu.  Nanti setelah selesai, aku akan memanggilmu untuk melihat hasilnya.”
Si Ibu melanjutkan kembali pekerjannya. 

Gadis kecil itu kembali bermain, tetapi di dalam hatinnya masih penuh tanda tanya. Mengapa ibunya menggunakan benang berwarna – warni yang indah, tetapi mengapa ibunya menyulamnya dengan begitu semrawut.  Sesekali ia mencuri pandang, tetapi ibunya tetap menyulam, yang menurut pandangannya sangat semrawut. 

Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara ibunya memanggil, "Anakku, mari kesini dan duduklah di pangkuan ibu."

 Dengan rasa tidak sabar, gadis kecil itu berlari ke pangkuan ibunya.  Dan apa yang dilihatnya ?  Beraneka warna bunga-bunga, kupu-kupu, dengan latar belakang pemandangan dan matahari yang indah sekali.  Berbeda sekali dengan apa yang dilihatnya ketika ia melihat dari lantai, ibunya menyulamnya dengan sangat rapi dan teratur. 

             “Ibu, indah sekali ! kata si gadis kecil dengan terkagum-kagum.  “Berbeda sekali dengan apa yang aku lihat tadi dari balik sulaman ini.” Kata si gadi kecil sambil membalik sulaman itu dan menunjukkan pada ibunya apa yang dia lihat tadi dari lantai.

               Dengan tersenyum ibunya berkata, “Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola.  Ibu menyulam sedikit demi sedikit mengikuti pola yang sudah direncanakan itu.  Ibu menyulamnya dengan hati-hati agar menghasilkan sulaman yang indah dan rapi. Sekarang, dengan melihatnya dari atas, kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan, apa yang ingin ibu hasilkan. 

------ Refleksi


 
Seringkali di dalam hidup kita, kita bertanya mengapa hidup yang kita jalani begitu rumit, ruwet dan penuh permasalahan.  Seringkali kita mempertanyakan kepada Tuhan : 

"Ya Tuhan, mengapa hidupku begini.  Apa yang rencanaMU dalam hidupku ?"
“Mengapa aku mengalami banyak permasalahan seperti ini”

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul di benak kita. 

Tuhan sedang menyulam kehidupan kita.  Mungkin saat ini kita tidak mengerti.  Hidup kita penuh permasalahan dan keruwetan.  Kita tidak mengerti apa maksud Tuhan membuat semuanya itu terjadi di dalam kehidupan kita.  Rencana kita bukan rencana Tuhan, jalan kita bukan jalan Tuhan.

Tuhan sudah merencakan pola hidup kita. Tuhan sudah memiliki rencana yang baik bagi kita.  Terkadang kita tidak mengerti, terutama bila jalan hidup yang kita tempuh terasa sulit, penuh keruwetan dan permasalahan.  Kita tidak dapat memandang indahnya sulaman Tuhan dalam hidup kita.  
Satu hal yang perlu kita tanamkan di hati, bahwa rencana Tuhan tidak pernah rencana yang buruk.  Mungkin kita tidak bisa melihatnya sekarang, bisa jadi itu baru kita mulai dapat sedikit demi sedikit memahaminya kemudian. 

Suatu saat nanti, ketika IA memanggil kita ke sorga dan mendudukkan kita di pangkuanNYA, mungkin barulah kita dapat memahami dan dapat melihat rencanaNYA yang indah bagi kita.   Ketika saat itu tiba, kita dapat memandang dengan cara yang sama .