Minggu, 11 Mei 2014

Kepompong dan Kupu-Kupu

Suatu hari seorang anak melintas di kebun belakang rumahnya. Tanpa sengaja ia melihat sebuah kepompong yang menarik perhatiannya. Ia ingin mengambil kepompong itu, tetapi ibunya tidak mengijinkannya. 
"Biarkan saja, nanti kepompong itu akan berubah menjadi kupu-kupu," begitu ibunya berkata.
Kepompong

Anak itu menjadi penasaran, setiap hari saat melintas tempat itu ia sempatkan untuk melihat kepompong itu. 
"Sudah berubah menjadi kupu-kupu kah ? " pikirnya.

Suatu hari ia melihat kepompong itu seperti tersobek.   Sesuatu yang bergerak-gerak seperti hendak keluar dari dalam kepompong itu.  Ia duduk dan mengamati berjam-jam, menyaksikan "sesuatu" yang bergerak itu seperti berjuang untuk keluar dari celah kecil itu.  Lama sekali ia menunggu, ingin tahu apa yang akan keluar dari dalam celah kecil itu. 

"Kasihan sekali "sesuatu" yang bergerak itu sepertinya kepayahan untuk keluar dari celah itu", begitu pikir si anak kecil itu.  Sepertinya tidak ada kemajuan yang berarti, padahal ia sudah lama menunggu di situ. 

 Akhirnya karena tidak juga ada kemajuan, maka si anak kecil mengambil gunting dan perlahan-lahan diguntingnya celah kepompong itu, berharap akan keluarlah dengan segera seekor kupu-kupu yang cantik, seperti kata ibunya. 

Kupu-Kupu Prematur
Namun apa yang terjadi ?
Seekor hewan kecil mirip kupu-kupu, menggeliat-geliat dari dalam kepompong yang sudah longgar.  Tubuhnya besar tetapi sayapnya kecil dan keriput.  Sayapnya yang kecil berusaha digerak-gerakkannya, tetapi tidak dapat terkembang dan hewan kecil itu tidak dapat terbang. 
Terjatuhlah ia ke tanah. 


 Si anak kecil tetap menunggu, melihat hewan kecil mirip kupu-kupu itu menggeliat-geliat.  Ia berharap, sayap kupu-kupu itu akan membesar dan terkembang sempurna.  Akan tetapi, hal itu tidak juga terjadi.  
Hewan kecil mirip kupu-kupu itu tidak pernah menjadi kupu-kupu yang sempurna. Menggerak-gerakkan sayapnya tapi tidak dapat terbang. 

Anak kecil yang lugu, tidak mengerti bahwa perjuangan yang harus dilakukan si ulat untuk dapat keluar dari kepompongnya bukanlah hal yang harus dihindari.  Si ulat harus melalui proses pembentukan yang membutuhkan waktu dan perjuangan untuk mempersiapkan dirinya menjadi seekor kupu-kupu cantik yang dapat bebas terbang mengepakkan sayapnya.  

Anak kecil yang lugu hanya berpikir bahwa ia sedang menolong si ulat kecil dari penderitaan. 

Refleksi diri......

Dalam kehidupan, tak mungkin kita lepas dari penderitaan, kesulitan dan permasalahan hidup.  Seringkali kita berpikir untuk berusaha menghindari atau berharap dapat lari dari semua itu. 

Tuhan mengijinkan semua penderitaan, kesulitan, pencobaan, permasalahan hadir dalam kehidupan kita, bukan karena IA tidak mencintai kita.  IA mengijinkan semua itu terjadi agar kita menjadi lebih kuat, lebih mampu menghadapi dan melewati semua kesulitan itu.
Yang paling penting adalah kita harus mempercayakan hidup kepadaNYA, bahwa IA akan menopang, menolong dan memegang tangan kita melewati semuanya itu.

Tak pernah DIA janji selalu kan panas
Tak pernah DIA janji hanya ada hujan
Tapi DIA janjikan memberi kekuatan
Ketika topan ganas melanda

Sabtu, 26 April 2014

Raja dan Anak Rajawali

Suatu hari seorang Raja mendapatkan hadiah 2 ekor anak rajawali.  Raja senang sekali dan selalu memamerkan anak rajawalinya kepada keluarga, menteri-menteri, tamu-tamu dan siapa saja yang ditemuinya

Lalu sang Raja berpikir, akan bagus sekali jika rajawali ini dilatih untuk terbang tinggi.  Tentulah akan lebih indah lagi.  Kemudian ia memanggil pelatih burung yang tersohor di negerinya untuk melatih kedua anak burung rajawali miliknya itu.

Setelah beberapa bulan, pelatih burung itu melapor kepada Raja.  Seekor rajawali telah terbang tinggi dan melayang-melayang di angkasa dengan indahnya.  Akan tetapi seekor lagi tidak mau beranjak dari pohonnya sejak hari pertama ia tiba.

Raja pun memanggil semua ahli hewan dan para tabib sakti untuk memeriksa rajawali kesayangannya itu. Namun semua usaha sang Raja tidak membuahkan hasil.  Tidak ada seorang pun yang berhasil "menyembuhkan" dan membuat rajawali itu terbang.  Rajawali itu tidak kunjung bergerak dari dahannya.

Suatu hari terbersit sebuah ide dalam benak Raja.  Ia ingin memanggil orang yang biasa "melihat" rajawali.  Setelah bertanya kepada rakyat di negerinya, kemudian ia bertemu dengan seorang petani yang sangat mengenal sifat rajawali .  Sang Raja meminta bantuan petani itu.

Keesokan harinya ketika Raja mengunjungi rajawali ini, ia kaget melihat rajawali kesayangannya itu sudah terbang tinggi.  Dengan penuh penasaran Raja bertanya kepada petani, "Apa yangtelah kamu lakukan sehingga rajawaliku itu mau terbang tinggi ?

Petani menjawab, "Saya hanya memotong cabang pohon yang selama ini dihinggapinya saja yaitu DAHAN yang membuatnya NYAMAN"

Perenungan ......
Kita dilahirkan untuk sukses seperti seekor Rajawali,kita ditakdirkan untuk terbang tinggi. Namun, ketika kita memegang erat ketakutan kita, dan tak mau melepaskan ketakutan itu, maka kita tidak akan beranjak dari posisi itu.  Kita enggan keluar dari zona kenyamanan, takut  tidak mau melepaskannya.  Takut gagal, takut kecewa,takut capek,takut malu dan ketakutan lainnya.

Satu-satunya cara untuk bisa membumbung tinggi adalah keluar dari zona nyaman...!

Tidak ada jalan pintas...
Hanya ada 2 pilihan : tetap bergantung di dahan selamanya atau membumbung ke angkasa...

References :
Pictures : www.scottsquires.com

Minggu, 13 April 2014

The First Step

Cerita ini dapat memotivasi kita untuk berbuat / bergerak / bertindak, tidak menunggu segalanya sempurne terlebih dahulu, baru memulai.

Ada satu cerita tentang guru seni yang melakukan percobaan dalam pemberian nilai kepada dua kelompok muridnya. Guru keramik mengumumkan bahwa ia akan membagi kelasnya menjadi dua kelompok dengan tugas membuat pot. Kelompok pertama akan diberikan nilai berdasarkan jumlah (kuantitas) pot yang mereka hasilkan. Sedangkan kelompok kedua akan diberikan nilai berdasarkan mutu (kualitas) pot yang mereka hasilkan.

Prosedur penilaiannya sederhana.
Di hari terakhir mata pelajarannya, si guru akan membawa timbangan untuk mengukur berat dan menghitung jumlah pot yang dihasilkan oleh kelompok pertama (kuantitas). Ada beberapa rentang berat yang setara dengan nilai A, B, C, dst.Sedangkan penilaian terhadap kelompok kedua (kualitas) didasarkan pada mutu setiap pot yang terbaik, jika bisa sempurna, untuk mendapatkan nilai A. Jika ada kekurangan maka akan mendapat nilai B atau lebih rendah lagi.
Mata pelajaran berakhir, dan tiba saatnya untuk memberikan penilaian terhadap hasil yang diperoleh oleh kedua kelompok.  Lucunya, didapati kenyataan yang sangat menarik.

Kelompok kuantitas tidak hanya menghasilkan cukup banyak pot tetapi juga mutu terbaik ada di karya mereka.
Ternyata, sementara kelompok kuantitas sibuk bekerja untuk menghasilkan pot sebanyak-banyaknya, mereka juga terus belajar dari kekeliruan mereka, terus menerus melakukan perbaikan cara kerja mereka.  Dan karena semakin banyak pot yang dihasilkan, mereka juga semakin terlatih untuk menghasilkan pot dengan cepat dan baik (skill meningkat)

Kelompok kualitas lebih sibuk duduk berteori, berdiskusi, dan berdebat tentang apa itu pot yang sempurna, bagaimana cara membuatnya pot yang berkualitas, dan lainnya.  Akhirnya, alih-alih bisa menghasilkan pot terbaik, kelompok kualitas malah tidak menghasilkan apa-apa, bahkan mereka belum memulai merealisasikan pot mereka, hanya sibuk berteori.

Perenungan ........

Tidak perlu dipusingkan siapa diri kita dan peran apa yang kita mainkan dalam kehidupan ini. Yang terpenting adalah tindakan kita akan menghasilkan buah / akibat. Hasil akan kita peroleh dengan berbuat / bergerak / bertindak.

Seringkali kita terlalu tinggi bermimpi, tetapi tidak berani bangun dari tidur kita, dan mulai melangkah untuk merealisasikan agar mimpi menjadi kenyataan.  Seringkali pula kita terlalu sibuk merencanakan, memperbaiki rencana, membuat strategi, tetapi tidak melakukan aksi untuk membuat rencana tidak hanya tinggal rencana. 

Banyak langkah hanya mungkin kita lakukan setelah mengambil langkah pertama.
 
Cerita ini dikutip dari email berantai, yang menurut email tersebut dikutip dari :
'Mulailah Berths'
(by
toni_yoyo@yahoo.com;http://toniyoyo.wordpress.com)

Sumber Gambar : http://www.eattrainbelieve.com

Selasa, 08 April 2014

Kisah Anjing Kecil dan Seribu Cermin

Ada seekor anjing kecil yang selalu bermuka muram sedang berjalan-jalan sambil cemberut.  Tiba-tiba ia melihat sebuah rumah yang pintunya terbuka, dan tertarik untuk masuk ke dalamnya. 

Ternyata di dalam rumah itu terpasang 1000 cermin. 

Betapa kagetnya si anjing kecil ketika memasuki rumah itu, ia melihat ada banyak sekali anjing yang melihatnya dengan ekspresi terkejut. 

Karena merasa terancam, ia pun menyalak ke arah anjing-anjing tersebut. Rupanya anjing-anjing itu membalas menyalak ke arahnya.  Ia tidak tahu bahwa semua anjing itu adalah pantulan dirinya sendiri melalui cermin-cermin di depannya. Karena takut, anjing kecil itu pun lari keluar dari rumah itu.

Di luar rumah anjing yang ketakutan itu bertemu dengan seekor anjing lainnya yang sedang berlari-lari kecil, tersenyum dengan hati gembira.  Anjing kecil yang sedang gembira itu juga tertarik untuk masuk ke rumah itu. 

" Rumah ini sungguh mengerikan ! " kata si anjing yang ketakutan itu.
"O ya, mengapa ?" tanya si anjing kecil yang baru datang.

Si anjing yang pertama tadi bercerita tentang apa yang dialaminya di dalam rumah tadi.  Tetapi ceritanya itu tidak menyurutkan keinginan anjing kecil yang gembira itu untuk mencoba masuk ke dalam rumah yang terbuka itu. 
Anjing kecil berhati riang memasuki rumah dengan gembira.  Di dalam rumah ia melihat banyak sekali anjing-anjing kecil seperti dirinya yang menyambutnya dengan meloncat-loncat kecil dan tersenyum gembira.  Ia pun mengibas-ngibaskan ekor dan melompat dengan riang.

" Wah, menyenangkan sekali di sini ! " kata anjing kecil berhati riang itu.  Apa yang dikatakan anjing tadi sama sekali tidak ditemuinya di dalam rumah itu. 

------------------ Refleksi diri :

Kehidupan ini serupa dengan rumah 1000 cermin itu.  Hidup ini sesungguhnya merefleksikan dari bagaimana cara kita menghadapi kehidupan ini.  Ketika kita berpikir bahwa hidup ini  susah, ada banyak orang jahat yang bersekongkol untu menghancurkan kita, atau pikiran negatif lainnya, maka realita seperti itulah yang akan kita temukan. 

Kalau kita menghadapi kehidupan dengan bersikap positif dan optimis, maka kehidupan ini akan terasa menyenangkan dan banyak hal yang dapat dinikmati dalam hidup ini.

Berhentilah murung, cemberut dan " menyalaki " hal-hal di sekitar kita !

Mari kita memperbaik mental, sikap dan cara pandang kita. 
Rasakanlah sensasi rumah 1000 cermin yang luar biasa dahyatnya ketika kita memberi senyum padanya, 1000 senyuman berbalik untuk kita  ! 

Kamis, 20 Maret 2014

Crab Mentality

Crab mentality adalah suatu istilah yang menggambarkan suatu sifat buruk : bila tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, maka tidak akan membiarkan seseorang pun mendapatkannya ("if I can't have it, neither can you"). 
Istilah ini diambil dari kebiasaan dari sekumpulan kepiting di dalam baskom / wadah. 
Ketika seekor kepiting dari kumpulan itu berusaha keluar, maka kepiting-kepiting lain akan berusaha menarik masuk kembali.

(Reference : Crab mentality : http://en.wikipedia.org/wiki/Crab_mentality)

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah.  Meskipun ukuranya kecil tetapi rasanya cukup lezat.
Biasanya masyarakat itu mencari kepiting sawah pada malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom / wadah tanpa diikat tanpa kuatir kepiting-kepiting itu akan lari.  Masyarakat sangat mengenali sifat kepiting itu, jika ada seekor kepiting yang berusaha keluar dari dalam baskom itu, teman-temannya akan berusahan menariknya turun agar tidak dapat meloloskan diri.  Padahal sebenarnya, bila kepiting itu dimasukkan ke dalam baskom tersebut hanya sendiri saja, maka kepiting akan dengan mudah naik dan meloloskan dirinya.  Dengan demikian sampai saatnya tiba, kepiting-kepiting itu akan direbus dan menjadi santapan lezat. 

-------Perenungan

Demikian pula dalam kehidupan ini, tanpa kita sadari terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.  Seharusnya kita bergembira ketika teman atau saudara kita mendapatkan kesuksesan, tetapi kita malah iri hati dan mencurigai bahwa kesuksesan yang diraih diperoleh dengan cara yang tidak benar.  Atau lebih buruk lagi, kita malah berusaha meniupkan cerita-cerita itu menjadi sebuah gosip yang menjadi konsumsi publik. 

Kita tidak menyadari, bahwa dengan menjatuhkan orang lain, sebenarnya pun kita sedang menjatuhkan diri kita sendiri.