Jumat, 02 Oktober 2015

Bahagia dalam Kacamata yang Berbeda

Seorang penulis terkenal duduk di ruang kerjanya, ia mengambil pena dan mulai menulis.

"Tahun lalu, saya harus dioperasi untuk mengeluarkan batu empedu. Saya harus terbaring cukup lama di ranjang saya.  Di tahun yang sama saya berusia 60 tahun dan harus keluar dari pekerjaan di perusahaan percetakan yang begitu saya senangi dan sudah saya tekuni selama 30 tahun.  Di tahun yang sama pula saya ditinggalkan ayah yang tercinta.  Dan masih di tahun yang sama, anak saya gagal di ujian akhir kedokteran karena kecelakaan mobil.  Biaya bengkel akibat kerusakan mobil tersebut besar sekali, dan ini adalah bentuk kesialan lainnya di tahun itu."
Di bagian terakhir tulisannya, sang penulis menuliskan kalimat, "Sungguh, tahun lalu merupakan tahun yang sangat buruk dalam kehidupan saya !"

Istri sang penulis masuk ke dalam ruangan dan melihat sang suami sedang duduk termenung dengan wajah yang sangat sedih.  Ia menjadi penasaran dan bertanya dalam hati, ada apakah gerangan yang memberatkan pikiran suaminya.  Dengan perlahan ia menghampiri suaminya dari belakang dan mulai membaca tulisan tersebut.  Kemudian ia mundur dan keluar dari kamar.  

Tidak berapa lama sang istri datang lagi membawa selembar kertas yang berisi tulisan, dan memberikannya kepada suaminya.
Dengan wajah heran, sang suami membaca tulisan istrinya dan bertanya, "Apa ini ?"
Istrinya menjawab, " Baca sajalah dulu."
Sang suami membaca kertas bertuliskan hampir sehalaman penuh.

"Tahun lalu akhirnya saya berhasil menyingkirkan kantong empedu saya yang selama bertahun-tahun membuat perut saya sakit.Tahun lalu saya bersyukur bisa pensiun dengan kondisi yang sehat walafiat.  Sekarang saya bisa menggunakan waktu untuk menulis sesuatu dengan fokus yang lebih baik dan penuh kedamaian.  Pada tahun yang sama pula, ayah saya tercinta yang berusia 95 tahun, tanpa kondisi kritis menghadap Sang Pencipta. Dan masih di tahun yang sama, Tuhan memberkati anak saya dengan hidup baru. Mobil yang ia kendarai memang rusak berat akibat kecelakaan tersebut, tetapi anak saya selamat tanpa cacat sedikitpun."
Pada kalimat terakhir istri sang penulis menuliskan, "Tahun lalu adalah tahun dengan berkat Tuhan yang luar biasa dan kami bisa melaluinya dengan baik dan rasa takjub."


Sang penulis tersenyum memandang istrinya sambil berkaca-kaca.  Di dadanya mengalir rasa hangat dan penuh syukur.

Refleksi diri : 

Dalam kehidupan kita, ada banyak sekali keinginan, cita-cita dan harapan.  Ketika kemudian yang kita alami tidak seperti yang kita inginkan, impikan dan harapkan, kita menjadi kecewa dan merasa tidak beruntung, menderita dan merasa mengalami hal yang buruk.  

Padahal, bila kita memandang hidup dengan rasa syukur, semuanya akan terasa indah dan luar biasa.  
Dipan yang keras pun dapat membuat tidur nyenyak seperti tidur di 'spring bed' yang empuk
Makan hanya dengan nasi putih dan kecap tetapi dapat disantap dengan lahap.  
Bekerja dengan berkeringat dan berjerih lelah dapat memberi kepuasan.  

Setiap hari adalah hari yang baik
Setiap saat adalah saat yang indah.  
Berjalan, duduk dan berbaring adalah kebahagiaan hidup.
Kesulitan sebesar apa pun akan terasa wajar bagi jiwa yang penuh rasa syukur
Karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.
Jiwa yang pernuh rasa syukur akan berbahagia, bahkan di atas masalah

Jika tidak mampu bersyukur, semua yang baik dan indah menjadi buruk dan menyakitkan
Kemana pun kita pergi, terasa seperti penuh penderitaan
Tiada hari tanpa gelisah, tiada hari tanpa kejenuhan
Bukan hidup yang membuat kita jenuh, tetapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya terasa buruk dan menjenuhkan
Kesulitan sekecil apa pun akan terasa besar dan membuat kita selalu mengeluh.
Jiwa yang malas tetap tersesat meskipun sudah sampai
Jiwa yang tamak tetap mengeluh di atas kekayaan


 " Be Grateful for What You Have and Stop Complaining"