Bryan Dyson, mantan eksekutif Coca Cola pernah menyampaikan pidato yang sangat menarik.
Pidato Bryan Dyson : -----------------------------------------
Bayangkan hidup seperti pemain akrobat dengan lima bola di udara. Anda dapat memberi nama kepada bola-bola tersebut dengan sebutan :
* Pekerjaan
* Keluarga
* Kesehatan
* Sahabat
* Semangat
Sebagai pemain akrobat yang baik, Anda harus dapat menjaga semua bola tersebut tetap berada di udara dan jangan sampai ada satu pun yang terjatuh.
Kalau Anda mengalami situasi yang mengharuskan untuk melepaskan salah satu dari antara lima bola tersebut, maka lepaskanlah bola PEKERJAAN, karena bola itu adalah BOLA KARET. Pada saat Anda menjatuhkannya, maka suatu saat bola itu akan melambung kembali.
Akan tetapi, empat bola lainnya, KELUARGA, KESEHATAN, SAHABAT dan SEMANGAT adalah BOLA KACA. Jika sampai terjatuh, maka akibatnya akan fatal, PECAH.
Demikianlah pidato Bryan Dyson ........................................................
Bryan Dyson mengajak kita untuk menyeimbangkan kehidupan kita.
Pada kenyataannya, kita lebih menjaga BOLA KARET (PEKERJAAN) dibanding BOLA KACA. Kita bahkan mengorbankan KELUARGA, KESEHATAN, SAHABAT dan SEMANGAT demi menyelamatkan PEKERJAAN.
Demi uang, meraih sukses dalam karir, kita menjadi workaholic dan mengabaikan keluarga dan kesehatan. Kita juga rela menghancurkan hubungan baik dengan sahabat yang telah terbina bertahun-tahun.
Ingatlah, PEKERJAAN yang sempat hilang, akan dapat kita cari lagi bila kita mau berusaha sungguh-sungguh mengupayakannya. Akan tetapi, jika sampai kehilangan, KELUARGA, KESEHATAN, SAHABAT dan SEMANGAT, kita tidak dapat (sangat sulit sekali) untuk mendapatkannya kembali, dan hancurlah kehidupan kita.
Banyak cerita-cerita yang beredar dan sampai padaku. Terkadang aku tak tahu asalnya dari mana dan siapa pengarangnya, tetapi banyak kisah yang bermakna yang sayang bila hanya terlewat begitu saja. Karena itu, kukumpulkan dalam blog ini. Semoga cerita dan kisah di dalam blog ini bisa menjadi berkat buat setiap pembacanya
Sabtu, 12 Desember 2015
Berani Berubah - Belajar dari Nokia
Pada konperensi pers yang diadakan untuk mengumumkan secara resmi mundurnya Nokia dari panggung bisnis perangkat telekomunikasi dan menyampaikan bahwa Nokia telah diakuisisi Microsof, CEO
Nokia saat itu, Jorma Ollila menyampaikan pernyataan terakhirnya, "Kami
(Nokia) tidak melakukan sesuatu kesalahan, tetapi saya tidak mengerti
mengapa kami (Nokia) kalah."
Ia tidak dapat menahan air matanya. Juga eksekutif Nokia lainnya tidak tahan untuk tidak menitikkan air mata.
Selama puluhan tahun Nokia berjaya dan menjadi perusahaan yang mengagumkan karena mampu menguasai bisnis perangkat telekomunikasi dunia. Nokia sudah menorehkan kejayaan dalam sejarah, tetapi mengapa tidak dapat bertahan ?
Ia tidak dapat menahan air matanya. Juga eksekutif Nokia lainnya tidak tahan untuk tidak menitikkan air mata.
Selama puluhan tahun Nokia berjaya dan menjadi perusahaan yang mengagumkan karena mampu menguasai bisnis perangkat telekomunikasi dunia. Nokia sudah menorehkan kejayaan dalam sejarah, tetapi mengapa tidak dapat bertahan ?
Nokia mungkin tidak melakukan kesalahan yang membuatnya kalah, tetapi Nokia tidak dapat menyesuaikan terhadap perubahan dunia yang sangat cepat. Terlena dalam kejayaannya, Nokia tidak belajar dari sekelilingnya. Pemain-pemain baru masuk dengan menawarkan inovasi-inovasi baru yang segar dan menarik. Konsumen berubah cara pandang, berubah gaya hidup, berubah kebutuhan. Dunia berubah sangat cepat, sementara Nokia tidak dapat berlari mengejar. Tidak mampu berubah cepat mengikuti tuntutan jaman, akhirnya kehilangan banyak kesempatan. Kehilangan kesempatan untuk memenangkan hati konsumen, kehilangan kesempatan untuk menghasilkan keuntungan besar, dan akhirnya kehilangan kesempatan untuk mampu bertahan dalam perang bisnis perangkat telekomunikasi. Sisa-sisa kejayaan Nokia masih melekat dalam benak generasi lama, sementara generasi muda sekarang ini tidak lagi mengenal Nokia.
Perenungan........
Setiap orang suka atau tidak, sesungguhnya pasti mengalami perubahan dalam hidupnya. Dari bayi yang hanya dapat menangis bertumbuh menjadi anak, kemudian mengalami masa pubertas remaja, beranjak dewasa, menikah, memiliki anak, menjadi tua dan akhirnya kembali menghadap Sang Pencipta. Sesungguhnya Tuhan mengaruniakan kepada setiap orang naluri alamiah dan kemampuan untuk segera beradaptasi terhadap perubahan. Jadi, sesungguhnya tidak alasan bagi kita untuk takut akan perubahan.
Anak bayi dan anak yang masih kecil cenderung lebih mudah untuk beradaptasi terhadap perubahan karena ia masih lebih mengandalkan naluri alamiahnya. Semakin bertambah umur, logika dan pikiran membuat orang lebih sulit berubah.
Terkadang, semakin pintar seseorang semakin sulit untuk berubah, karena semakin banyak yang dipertimbangkan. Logika berpikir terkadang memunculkan perasaan kuatir dan takut, sehingga enggan berubah karena tidak ingin keluar dari zona nyaman atau tidak berani mengambil resiko yang mungkin akan timbul,
Berani berubah terkadang sangat dekat sekali dengan nekad. Tetapi seharusnya tidak demikian. Berani berubah berarti berani untuk mengambil kesempatan meski ada resiko yang akan timbul.
Berani berubah tidak hanya semata melihat diri sendiri, tetapi juga melihat perkembangan sekitar, sadar lingkungan.
Perenungan........
Setiap orang suka atau tidak, sesungguhnya pasti mengalami perubahan dalam hidupnya. Dari bayi yang hanya dapat menangis bertumbuh menjadi anak, kemudian mengalami masa pubertas remaja, beranjak dewasa, menikah, memiliki anak, menjadi tua dan akhirnya kembali menghadap Sang Pencipta. Sesungguhnya Tuhan mengaruniakan kepada setiap orang naluri alamiah dan kemampuan untuk segera beradaptasi terhadap perubahan. Jadi, sesungguhnya tidak alasan bagi kita untuk takut akan perubahan.
Anak bayi dan anak yang masih kecil cenderung lebih mudah untuk beradaptasi terhadap perubahan karena ia masih lebih mengandalkan naluri alamiahnya. Semakin bertambah umur, logika dan pikiran membuat orang lebih sulit berubah.
Terkadang, semakin pintar seseorang semakin sulit untuk berubah, karena semakin banyak yang dipertimbangkan. Logika berpikir terkadang memunculkan perasaan kuatir dan takut, sehingga enggan berubah karena tidak ingin keluar dari zona nyaman atau tidak berani mengambil resiko yang mungkin akan timbul,
Berani berubah terkadang sangat dekat sekali dengan nekad. Tetapi seharusnya tidak demikian. Berani berubah berarti berani untuk mengambil kesempatan meski ada resiko yang akan timbul.
Berani berubah tidak hanya semata melihat diri sendiri, tetapi juga melihat perkembangan sekitar, sadar lingkungan.
Jumat, 02 Oktober 2015
Bahagia dalam Kacamata yang Berbeda
Seorang penulis terkenal duduk di ruang kerjanya, ia mengambil pena dan mulai menulis.
"Tahun lalu, saya harus dioperasi untuk mengeluarkan batu empedu. Saya harus terbaring cukup lama di ranjang saya. Di tahun yang sama saya berusia 60 tahun dan harus keluar dari pekerjaan di perusahaan percetakan yang begitu saya senangi dan sudah saya tekuni selama 30 tahun. Di tahun yang sama pula saya ditinggalkan ayah yang tercinta. Dan masih di tahun yang sama, anak saya gagal di ujian akhir kedokteran karena kecelakaan mobil. Biaya bengkel akibat kerusakan mobil tersebut besar sekali, dan ini adalah bentuk kesialan lainnya di tahun itu."
Di bagian terakhir tulisannya, sang penulis menuliskan kalimat, "Sungguh, tahun lalu merupakan tahun yang sangat buruk dalam kehidupan saya !"
Istri sang penulis masuk ke dalam ruangan dan melihat sang suami sedang duduk termenung dengan wajah yang sangat sedih. Ia menjadi penasaran dan bertanya dalam hati, ada apakah gerangan yang memberatkan pikiran suaminya. Dengan perlahan ia menghampiri suaminya dari belakang dan mulai membaca tulisan tersebut. Kemudian ia mundur dan keluar dari kamar.
Tidak berapa lama sang istri datang lagi membawa selembar kertas yang berisi tulisan, dan memberikannya kepada suaminya.
Dengan wajah heran, sang suami membaca tulisan istrinya dan bertanya, "Apa ini ?"
Istrinya menjawab, " Baca sajalah dulu."
Sang suami membaca kertas bertuliskan hampir sehalaman penuh.
"Tahun lalu akhirnya saya berhasil menyingkirkan kantong empedu saya yang selama bertahun-tahun membuat perut saya sakit.Tahun lalu saya bersyukur bisa pensiun dengan kondisi yang sehat walafiat. Sekarang saya bisa menggunakan waktu untuk menulis sesuatu dengan fokus yang lebih baik dan penuh kedamaian. Pada tahun yang sama pula, ayah saya tercinta yang berusia 95 tahun, tanpa kondisi kritis menghadap Sang Pencipta. Dan masih di tahun yang sama, Tuhan memberkati anak saya dengan hidup baru. Mobil yang ia kendarai memang rusak berat akibat kecelakaan tersebut, tetapi anak saya selamat tanpa cacat sedikitpun."
Pada kalimat terakhir istri sang penulis menuliskan, "Tahun lalu adalah tahun dengan berkat Tuhan yang luar biasa dan kami bisa melaluinya dengan baik dan rasa takjub."
Sang penulis tersenyum memandang istrinya sambil berkaca-kaca. Di dadanya mengalir rasa hangat dan penuh syukur.
Refleksi diri :
Dalam kehidupan kita, ada banyak sekali keinginan, cita-cita dan harapan. Ketika kemudian yang kita alami tidak seperti yang kita inginkan, impikan dan harapkan, kita menjadi kecewa dan merasa tidak beruntung, menderita dan merasa mengalami hal yang buruk.
Padahal, bila kita memandang hidup dengan rasa syukur, semuanya akan terasa indah dan luar biasa.
Dipan yang keras pun dapat membuat tidur nyenyak seperti tidur di 'spring bed' yang empuk
Makan hanya dengan nasi putih dan kecap tetapi dapat disantap dengan lahap.
Bekerja dengan berkeringat dan berjerih lelah dapat memberi kepuasan.
Setiap hari adalah hari yang baik
Setiap saat adalah saat yang indah.
Berjalan, duduk dan berbaring adalah kebahagiaan hidup.
Kesulitan sebesar apa pun akan terasa wajar bagi jiwa yang penuh rasa syukur
Karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.
Jiwa yang pernuh rasa syukur akan berbahagia, bahkan di atas masalah
Jika tidak mampu bersyukur, semua yang baik dan indah menjadi buruk dan menyakitkan
Kemana pun kita pergi, terasa seperti penuh penderitaan
Tiada hari tanpa gelisah, tiada hari tanpa kejenuhan
Bukan hidup yang membuat kita jenuh, tetapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya terasa buruk dan menjenuhkan
Kesulitan sekecil apa pun akan terasa besar dan membuat kita selalu mengeluh.
Jiwa yang malas tetap tersesat meskipun sudah sampai
Jiwa yang tamak tetap mengeluh di atas kekayaan
" Be Grateful for What You Have and Stop Complaining"
"Tahun lalu, saya harus dioperasi untuk mengeluarkan batu empedu. Saya harus terbaring cukup lama di ranjang saya. Di tahun yang sama saya berusia 60 tahun dan harus keluar dari pekerjaan di perusahaan percetakan yang begitu saya senangi dan sudah saya tekuni selama 30 tahun. Di tahun yang sama pula saya ditinggalkan ayah yang tercinta. Dan masih di tahun yang sama, anak saya gagal di ujian akhir kedokteran karena kecelakaan mobil. Biaya bengkel akibat kerusakan mobil tersebut besar sekali, dan ini adalah bentuk kesialan lainnya di tahun itu."
Di bagian terakhir tulisannya, sang penulis menuliskan kalimat, "Sungguh, tahun lalu merupakan tahun yang sangat buruk dalam kehidupan saya !"
Istri sang penulis masuk ke dalam ruangan dan melihat sang suami sedang duduk termenung dengan wajah yang sangat sedih. Ia menjadi penasaran dan bertanya dalam hati, ada apakah gerangan yang memberatkan pikiran suaminya. Dengan perlahan ia menghampiri suaminya dari belakang dan mulai membaca tulisan tersebut. Kemudian ia mundur dan keluar dari kamar.
Tidak berapa lama sang istri datang lagi membawa selembar kertas yang berisi tulisan, dan memberikannya kepada suaminya.
Dengan wajah heran, sang suami membaca tulisan istrinya dan bertanya, "Apa ini ?"
Istrinya menjawab, " Baca sajalah dulu."
Sang suami membaca kertas bertuliskan hampir sehalaman penuh.
"Tahun lalu akhirnya saya berhasil menyingkirkan kantong empedu saya yang selama bertahun-tahun membuat perut saya sakit.Tahun lalu saya bersyukur bisa pensiun dengan kondisi yang sehat walafiat. Sekarang saya bisa menggunakan waktu untuk menulis sesuatu dengan fokus yang lebih baik dan penuh kedamaian. Pada tahun yang sama pula, ayah saya tercinta yang berusia 95 tahun, tanpa kondisi kritis menghadap Sang Pencipta. Dan masih di tahun yang sama, Tuhan memberkati anak saya dengan hidup baru. Mobil yang ia kendarai memang rusak berat akibat kecelakaan tersebut, tetapi anak saya selamat tanpa cacat sedikitpun."
Pada kalimat terakhir istri sang penulis menuliskan, "Tahun lalu adalah tahun dengan berkat Tuhan yang luar biasa dan kami bisa melaluinya dengan baik dan rasa takjub."
Sang penulis tersenyum memandang istrinya sambil berkaca-kaca. Di dadanya mengalir rasa hangat dan penuh syukur.
Refleksi diri :
Dalam kehidupan kita, ada banyak sekali keinginan, cita-cita dan harapan. Ketika kemudian yang kita alami tidak seperti yang kita inginkan, impikan dan harapkan, kita menjadi kecewa dan merasa tidak beruntung, menderita dan merasa mengalami hal yang buruk.
Padahal, bila kita memandang hidup dengan rasa syukur, semuanya akan terasa indah dan luar biasa.
Dipan yang keras pun dapat membuat tidur nyenyak seperti tidur di 'spring bed' yang empuk
Makan hanya dengan nasi putih dan kecap tetapi dapat disantap dengan lahap.
Bekerja dengan berkeringat dan berjerih lelah dapat memberi kepuasan.
Setiap hari adalah hari yang baik
Setiap saat adalah saat yang indah.
Berjalan, duduk dan berbaring adalah kebahagiaan hidup.
Kesulitan sebesar apa pun akan terasa wajar bagi jiwa yang penuh rasa syukur
Karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.
Jiwa yang pernuh rasa syukur akan berbahagia, bahkan di atas masalah
Jika tidak mampu bersyukur, semua yang baik dan indah menjadi buruk dan menyakitkan
Kemana pun kita pergi, terasa seperti penuh penderitaan
Tiada hari tanpa gelisah, tiada hari tanpa kejenuhan
Bukan hidup yang membuat kita jenuh, tetapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya terasa buruk dan menjenuhkan
Kesulitan sekecil apa pun akan terasa besar dan membuat kita selalu mengeluh.
Jiwa yang malas tetap tersesat meskipun sudah sampai
Jiwa yang tamak tetap mengeluh di atas kekayaan
" Be Grateful for What You Have and Stop Complaining"
Kamis, 06 Agustus 2015
Kasih yang Tulus
Kisah ini diceritakan oleh seorang perawat di Rumah Sakit kecil.
Pagi itu klinik sangat sibuk.
Sekitar pukul 09.30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya untuk menunggu sebentar, karena pagi itu semua dokter masih sibuk. Mungkin ia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.
Ketika menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar ia melirik ke jam tangannya. Sepertinya ia harus buru-buru.
Karena merasa kasihan, ketika sudah tidak terlalu sibuk, saya sempatkan untuk memeriksa lukanya dan nampaknya cukup baik dan sudah mengering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, saya putuskan untuk melakukannya sendiri.
Sambil menangani lukanya, saya bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru, Lelaki tua itu menjawab bahwa ia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang selama ini dilakukannya setiap hari. Ia menceritakan bahwa istrinya sudah lama dirawat di sana karena mengidap penyakit ALZHEIMER.
Lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat ?
Ia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mangenalinya sejak 5 tahun terakhir.
Saya sangat terkejut dan berkata,
“ Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?“
Ia tersenyum sambil tangannya menepuk tangan saya dan berkata,
"Istri saya memang tidak mengenali saya lagi, tetapi saya masih mengenali dia, kan ?"
Saya tertegun dan merasa terharu.
Dengan menahan air mata saya menyelesaikan pekerjaan saya sampai kakek itu pergi.
Kasih yang tulus menerima apa adanya, baik yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi dan yang tidak akan pernah terjadi.
Kasih yang tulus tidak mencari kepentingan untuk diri sendiri, tidak menyimpan kesalahan orang lain dan sabar menanggung segala sesuatu
Mampukah kita mengasihi dengan tulus tanpa menuntut balasan kembali ?
Pagi itu klinik sangat sibuk.
Sekitar pukul 09.30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya untuk menunggu sebentar, karena pagi itu semua dokter masih sibuk. Mungkin ia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.
Ketika menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar ia melirik ke jam tangannya. Sepertinya ia harus buru-buru.
Karena merasa kasihan, ketika sudah tidak terlalu sibuk, saya sempatkan untuk memeriksa lukanya dan nampaknya cukup baik dan sudah mengering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, saya putuskan untuk melakukannya sendiri.
Sambil menangani lukanya, saya bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru, Lelaki tua itu menjawab bahwa ia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang selama ini dilakukannya setiap hari. Ia menceritakan bahwa istrinya sudah lama dirawat di sana karena mengidap penyakit ALZHEIMER.
Lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat ?
Ia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mangenalinya sejak 5 tahun terakhir.
Staying in Love |
Saya sangat terkejut dan berkata,
“ Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?“
Ia tersenyum sambil tangannya menepuk tangan saya dan berkata,
"Istri saya memang tidak mengenali saya lagi, tetapi saya masih mengenali dia, kan ?"
Saya tertegun dan merasa terharu.
Dengan menahan air mata saya menyelesaikan pekerjaan saya sampai kakek itu pergi.
Kasih yang tulus menerima apa adanya, baik yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi dan yang tidak akan pernah terjadi.
Kasih yang tulus tidak mencari kepentingan untuk diri sendiri, tidak menyimpan kesalahan orang lain dan sabar menanggung segala sesuatu
Mampukah kita mengasihi dengan tulus tanpa menuntut balasan kembali ?
Kamis, 25 Juni 2015
Doa Anak Kecil
Suatu kali seorang anak bernama Kevin sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Hari itu suasana sungguh meriah karena itu adalah babak final dan hanya 5 orang yang masih bertahan, termasuk Kevin. Sebelum pertandingan dimulai Kevin menundukkan kepala, melipat tangan dan berkomat kamit memanjatkan doa.
Pertandingan dimulai, ternyata mobil balap Kevin yang pertama kali mencapai garis finish. Tentu Kevin girang sekali menjadi juara.
Saat pembagian hadiah, ketua panitia bertanya, “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang bukan?”
Kevin menjawab, “Bukan Pak, rasanya tidak adil meminta Tuhan menolongku untuk mengalahkan orang lain. Aku hanya minta pada Tuhan, supaya aku tidak menangis kalau aku kalah.”
Semua hadirin terdiam mendengar itu.
Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.
-------
Refleksi Diri :
Permohonan Kevin ini merupakan doa yang luar biasa. Dia tidak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya, namun ia berdoa agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi dengan batin yang teguh.
Seringkali kita berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Kita ingin Tuhan menjadikan kita nomor satu, menjadikan yang terbaik dalam setiap kesempatan. Kita meminta agar Tuhan menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Tidak salah memang, namun bukankah semestinya yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya dan rencana-Nya yang paling sempurna dalam hidup kita?
Seharusnya kita berdoa minta kekuatan untuk bisa menerima kehendak Tuhan yang sempurna sebagai yang terbaik dalam hidup kita.
Jumat, 19 Juni 2015
Orang Buta dan Lampunya
Pada suatu malam, seorang buta berjalan di jalan yang gelap. Ia memegang sebuah lentera di tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang tongkat.
Dua orang anak muda yang melihatnya segera mentertawainya. Salah seorang dari anak muda itu bertanya sambil menahan tawa, "Buat apa lampu itu, Bapak Tua, engkau kan buta ?"
"Dasar bodoh," sahut anak muda yang satunya sambil tertawa terbahak-bahak mentertawai si orang buta.
Si orang buta berhenti berjalan dan berkata kepada dua anak muda tadi, "Lampu ini bukan untuk menerangi jalanku, karena dengan lampu ini pun aku tidak melihat apa-apa. Lampu ini untuk menerangi jalan orang lain agar tidak menabrak aku atau ketika berjalan di dekatku mereka dapat melihat jalan yang dilaluinya dengan sedikit lebih terang."
Kedua anak muda terdiam seketika dan merasa malu.
--------------
Refleksi diri :
Seringkali kita melakukan sesuatu hanya berfokus pada diri sendiri, sehingga terkadang kita pun berpikir orang lain akan melakukan hal yang sama dengan yang kita pikirkan.
Sama seperti kedua anak muda tadi, berpikir bahwa si orang buta hanya berpikir untuk dirinya sendiri saja, padahal si orang buta berpikir pada kepentingan orang lain juga.
Kita diingatkan untuk tidak jemu-jemu berbuat baik, karena sesungguhnya di saat kita melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita juga sedang melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri. Apa yang kita lakukan untuk orang lain, suatu saat pasti akan kembali pada diri kita, karena itu marilah kita tekun dalam berbuat baik.
Dua orang anak muda yang melihatnya segera mentertawainya. Salah seorang dari anak muda itu bertanya sambil menahan tawa, "Buat apa lampu itu, Bapak Tua, engkau kan buta ?"
"Dasar bodoh," sahut anak muda yang satunya sambil tertawa terbahak-bahak mentertawai si orang buta.
Si orang buta berhenti berjalan dan berkata kepada dua anak muda tadi, "Lampu ini bukan untuk menerangi jalanku, karena dengan lampu ini pun aku tidak melihat apa-apa. Lampu ini untuk menerangi jalan orang lain agar tidak menabrak aku atau ketika berjalan di dekatku mereka dapat melihat jalan yang dilaluinya dengan sedikit lebih terang."
Kedua anak muda terdiam seketika dan merasa malu.
--------------
Refleksi diri :
Seringkali kita melakukan sesuatu hanya berfokus pada diri sendiri, sehingga terkadang kita pun berpikir orang lain akan melakukan hal yang sama dengan yang kita pikirkan.
Sama seperti kedua anak muda tadi, berpikir bahwa si orang buta hanya berpikir untuk dirinya sendiri saja, padahal si orang buta berpikir pada kepentingan orang lain juga.
Kita diingatkan untuk tidak jemu-jemu berbuat baik, karena sesungguhnya di saat kita melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita juga sedang melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri. Apa yang kita lakukan untuk orang lain, suatu saat pasti akan kembali pada diri kita, karena itu marilah kita tekun dalam berbuat baik.
Langganan:
Postingan (Atom)